Catatan Kisah Asmara Terjalin di Jalur Sutra 17
Dinginnya subuh yang menembus kulit badan yang tipis ini, membangunkan diri untuk segera melaksanakan. Penginapan ini memang tidak perlu AC, karena kawasan Hebei ini cukup dingin, pada Juli 2017 suhu udara sekitar 16-20°c. Justru setiap kamar tersedia pemanas air yang setiap saat siap digunakan.
Pagi itu kami mencoba untuk melihat situasi di sekeliling penginapan. Melewati jalan setapak di belakang yang tembus di sebelah kanan penginapan. Tidak jauh, walau sebenarnya kami ingin menengok kincir angin raksasa. Tetapi ternyata lokasi di balik bukit yang agak menanjak dan agak jauh. Sehingga kami tidak mungkin kesana.
Kami cukup mengelilingi penginapan, yang disitu hanya ada 5 kelompok penghuni di area komplek itu. Dan jaraknya cukup jauh dengan area komplek yang lain. Di antara kelompok atau perumahan yang lain, dipisahkan oleh perbukitan asri seperti dalam kartun Teletubbies. Indah dan damai sekali.
Hari ini kami harus kembali ke Beijing, jadi perjalanan cukup jauh. Menuruni bukit yang bagus, melewati PLTB dan PLTS di kawasan yang luas. Dan yang paling menggoda, melewati area wisata dunia Great Walls. Kami ingin mampir, karena kami belum tahu medannya. Tetapi sangat tidak mungkin, karena ada anggota rombongan ini yang harus segera istirahat. Sehingga kami semua hanya melewati saja.
Setiba di hotel kota Beijing, kami hanya berbenah sebentar. Kemudian rombongan muda memberanikan diri untuk menjelajahi ibukota negeri panda itu. Tujuan hanya sekitaran pusat kota, yang tidak terlalu jauh dari hotel, walau kami tempuh dengan taksi. Semuanya dipandu google.
Di sebuah mall yang cukup besar dan luas, bagus bersih, kami cuci mata sekilas. Kemudian kami membeli makanan di resto Turki, dan kami menikmatinya. Pengunjungnya cukup banyak, termasuk para muda lokal juga memilih kuliner Turki. Berbincang ria disitu, merencanakan langkah selanjutnya. Kami sepakat untuk menemukan masjid yang terdekat dari mall.
Kami langsung beranjak dari mall, dengan berjalan kaki. Udara Beijing cukup panas kala itu, Juli 2017. Kami mencoba tanya kepada orang sekitar, tetapi jarang yang bisa komunikasi dengan bahasa inggris. Mereka entah mengerti atau tidak, hanya menunjukkan arah dengan tangan.
Kami berjalan kaki searah info. Dan setelah sekitar satu kilometer, kami belok ke kanan sedikit. Kami sampai di depan gerbang bangunan tradisional seperti pada umumnya. Gerbang sebelah kanan ada jendela, ruang penjaga. Dan kami tanya apa ini masjid sambil kedua tangan seperti gerakan takbir, apalagi rombongan kami kan berjilbab, maka langsung mengangguk.
Pintu pun dibuka, dan kami dipersilahkan masuk. Sekitar 10 meter, memasuki gerbang kedua dengan halaman yang lebih luas. Di Sebelah kanan terdapat ruang berwudhu dengan duduk. Cara disini memakai teko yang diisi air, untuk berwudhu.
Kemudian kami masuk masjid, di dalamnya ada orang yang sedang membaca Al Qur'an, di sebelah kanan depan. Kami sholat jamak qoshor maghrib dan isya, kemudian menyapa orang yang ngaji dan berbincang. Masjid dengan bangunan tradisional mirip klenteng ini cukup besar, sepertinya sudah berumur. Namanya masjid Dongsi.
Setelah cukup, kami pun pulang. Di teras masjid, ketemu pemuda yang akan sholat, ternyata keturunan Pakistan, dokter praktek di sekitar situ. Berkenalan sejenak, dan kami harus pulang ke hotel, dengan mengendarai 3 helicak.
Ber Sam bung . . . 18
Semoga kita selalu sehat. (Abk)