Catatan Kisah Asmara Terjalin di Jalur Sutra 16
Pada hari itu hanya ada dua rombongan tamu. Rombongan kami 14 orang dan rombongan tamu lokal sekitar 10 orang. Kami semua beristirahat sejenak setelah merapikan barang bawaan. Dan kami sempatkan sholat berjamaah di ruang tenda Ger yang diikuti oleh semua yang ada. Ger dekat kamar penginapan yang diatas, cukup besar dan bisa menampung orang banyak. Ukuran tenda yang cukup besar ini, juga bisa tempat pertemuan.
Kami manfaatkan waktu untuk menjelajahi sekitar penginapan yang berbukit. Semua view di kawasan itu bagus, depan, belakang, arah kanan dan kiri, semua menarik. Kami juga mengitari penginapan dengan menaiki mobil gokart modifikasi yang tersedia. Kuda juga tersedia disana, tetapi kami tidak memilih menunggangi kuda.
Setelah menginjak sore, kami semua membersihkan badan dan merapikan diri. Kami duduk ngobrol di beruga atau gardu, sambil ngopi dan snek juga tersedia. Namun semilir hawa yang cukup dingin sudah mulai terasa menusuk kulit yang terbuka. Sore itu kami mulai mengenakan pakaian yang bisa melindungi agar kehangatan badan tetap terjaga.
Setelah maghrib kami berkumpul di ruang makan yang berhiaskan kaligrafi tadi. Kami beserta keluarga dekat akan makan malam bersama di ruang itu. Berbagai menu mulai dari sayur sampai ikan laut sudah tersaji di meja. Dan di halaman depannya, tersedia kambing guling utuh yang cukup empuk dan lezat. Semua masakan yang tersedia baru diolah langsung di dapur sebelah ruang makan, fresh dan nikmat sekali.
Santapan favorit kali ini adalah roasted kambing guling, yang siang sebelumnya tadi dimasukkan tungku di depan sebelah kiri. Tentu saja bisa empuk dan tidak ada yang gosong, kambing guling terlihat coklat keemasan yang menggugah selera. Benar benar menantang, makanan yang penuh energi dengan bumbu yang sangat sepadan.
Pemilik penginapan ini memang menyandang skill spesialis makanan kambing. Berbagai masakan yang berbahan kambing, akan lezat di tangannya. Beberapa ekor kambing sudah tersedia di belakang rumah, yang masih diberi makan rumput. Masakan kambing
Kami semua menikmati makanan yang tersedia, karena ada makanan khas suku Hui disana yang masih bertahan sampai saat ini. Bentuknya tabung memanjang mirip semprong tetapi dikukus seperti membuat dimsum. Membuatnya tidak mudah, perlu ketelatenan, makanya hanya beberapa orang yang bertahan membuat makanan itu.
Usai menikmati kambing guling yang lezat, kami diajak bermain api unggun di halaman parkir bawah. Bermain dan bergerak adalah salah satu cara agar kolesterol dan asam urat tidak menumpuk, walau bumbu rempah pada kambing guling sudah terpilih bisa menetralkan. Semakin dinginnya malam juga, panasnya api unggun bisa menghangatkan dan menggembirakan suasana.
Irama musik yang riang dan bersemangat dengan lirik lokal, menambah gempita malam kekeluargaan itu. Dua rombongan yang bertemu dalam berwisata itu, berbeda suku bangsa dari tempat yang jauh, bisa semakin akrab.
Kembang api berwarna warni yang meluncur ke angkasa, menambah semaraknya malam yang meriah itu. Bulan di angkasa pun ikut tersenyum dan bergembira bersama kami semua.
Lebih dari satu jam kami semua bercengkrama melewatkan malam yang dingin di depan api unggun. Terasa juga, bahwa angin malam bertiup semakin kurang bersahabat. Selain semakin dingin, hembusan angin malam sudah tidak lembut lagi. Berarti permainan outdoor harus segera diakhiri untuk menjaga kesehatan kami semua. Dan kami pun segera masuk kamar dan beristirahat.
Ber Sam bung . . . 17
Semoga kita selalu sehat. (Abk)