Catatan Kisah Asmara Terjalin di Jalur Sutera 4
Kami memilih pesawat air asia, karena mendapat fasilitas akses khusus, sehingga memperoleh prioritas khusus pula. Dengan diskon tertentu, sedikit lebih rendah dari harga normal. Selain itu kami mendapat sajian khas Malaysia di pesawat yang kami nikmati bersama dengan bumbu rasa rempah yang kuat dan menggoda selera untuk segera menyantap. Tadi pagi kami hanya sarapan roti dan meneguk hangatnya teh, dan kami merasa kenyang setelah menyantap nasi lemak sajian khas Malaysia.
Penerbangan dari Bandara Ngurah Rai tepat waktu atau tidak ada delay dengan mengendarai Airbus A330 300 yang cukup penuh. Perjalanan yang lancar serta nyaman, dengan menikmati nasi lemak yang disajikan kru pesawat.
KLIA2 atau Kuala Lumpur International Airport 2, bandara ibu kota yang berjarak sekitar 60 km dari pusat kota, bisa ditempuh dalam kurang dari 3 jam, dan tidak ada perbedaan waktu antara Denpasar dan Kuala Lumpur, namun lebih cepat satu jam dibanding Waktu Indonesia Barat. Cuaca dalam kondisi baik, cerah namun cukup panas pada awal Juli. Alkhamdulillah landing lancar dan untuk pemeriksaan imigrasi baik saat di Ngurah Rai maupun KLIA2 lancar tiada kendala.
KLIA2 Dibuka pada 1998, dengan motto 'Bringing the World to Malaysia and Malaysia to the World' ('Membawa dunia pada Malaysia dan Malaysia pada Dunia'). Pada 2011, ia telah mencatat sebanyak lebih dari 25 juta penumpang, dan menjadikannya bandara ke-14 tersibuk di dunia menurut lalu lintas penumpang internasional.
Bandara ini didesain oleh arsitek asal Jepang untuk menampung hingga 130 juta penumpang per tahun. Selain karena ukurannya, bandara ini didesain agar kepadatan penumpang menyebar ke seluruh penjuru bangunan, dengan tampilan menarik dan tanda-tanda fasilitas yang disediakan dalam bahasa Melayu, bahasa Inggris, bahasa Tionghoa, bahasa Jepang dan bahasa Arab. Bahkan fasilitas untuk penyandang cacat pun telah sesuai dengan standar dunia.
Di Kuala Lumpur kami bermalam di The Face Suites, tempat beristirahat layaknya apartemen yang lengkap dengan segala perabotan. Pembagian ruang sangat nyaman dengan suasana kekeluargaan yang cukup hangat. Satu ruangan bisa menampung sampai 6 tamu. Lokasi di Jl Sultan Ismail sekitar Petronas, tepatnya di 1020, Jalan Sultan Ismail, 50250 Kuala Lumpur, Malaysia.
Disini kami bergabung dengan kemenakan dari Belanda sebanyak 3 orang sehingga rombongan berjumlah 9 orang dan kami menempati 2 ruangan di Face Suites yang sangat nyaman. Di Kuala Lumpur kami hanya transit semalam, selain bisa silaturrakhim dengan keponakan yang di Malaysia. Ruang suite pertama kami tempati dengan mertua, sedangkan ruang kedua kakak serta putra putrinya.
Lokasi dan suasana hotel terasa pas, demikian juga pandangan ke semua penjuru angin sungguh memukau. Apalagi letak kolam renangnya di atas atap, sehingga sambil berenang bisa menikmati ikon Malaysia dengan leluasa. Dan hampir semua tamu mencicipi atau menginjakkan kaki ke rooftop untuk berselpi ria. Sungguh menyenangkan dan membuat ketagihan serta membahagiakan.
Kami mencoba untuk mengelilingi sekitar hotel dengan berjalan kaki, karena akan membelikan air minum dan beberapa makanan kecil. Kami berbelanja di sebuah Minimart sebelah kiri hotel, berjarak sekitar 300 meter.
Selain itu, saat itu sudah jam maksi. Dan kami tergoda oleh warung kecil yang dikerumuni banyak orang. Di warung itu menyediakan beberapa menu, dan kami memilih nasi lemak.
Kami mendapati warung kecil itu, setelah berjalan sekitar lebih dari 300 meter. Sebuah warung yang cukup bersih, di depannya tidak sedikit mobil yang parkir, serta banyak disinggahi karyawan di area itu. Dan mereka menyediakan beberapa menu yang hampir semuanya menggoda selera. Kami berempat memilih menu yang berbeda agar bisa saling merasakan lebih banyak ragam sajian. Nasi lemak, roti canai, roti maryam, nasi goreng dengan teh tarik dan kopi.
Rasa semua masakan yang kami pesan, dengan bumbu yang kuat memberikan kenikmatan tersendiri. Kami memang tidak berpusing ria untuk maksi, hanya berburu kuliner di sekitar hotel saja.
Siang itu kami menikmati kuliner khas negeri jiran dari kalangan bawah. Namun estetika sajian sudah cukup memadai. Rasa masakan tidak kalah dengan resto level atas, yang biasanya disajikan di food court di sebuah lantai mall.
Ber Sam bung . . . 5
Semoga kita selalu sehat. (Abk)