Catatan Kisah Asmara Terjalin di Jalur Sutera 3
Tidak ada hambatan perjalanan yang berarti lagi, selain kemacetan di Babat yang melelahkan dan tanpa seorang pun terpanggil atau berkewajiban untuk mengurai. Kondisi seperti itu sudah terbiasa dan seakan telah diterima atau disepakati semua pihak tanpa berusaha memperjuangkan kelancarannya.
Akhirnya bisa sampai di Bandara Juanda satu jam sebelum jadwal keberangkatan. Cemas yang kami rasakan sebelumnya agak sirna, walau kelonggaran waktu satu jam, termasuk sangat sempit.
Dan kami cukup bersyukur, karena ternyata pesawat yang kami tumpangi harus delay, walau kurang dari satu jam saja. Saat itu memang lalu lintas udara di sekitar lebaran sangat padat, sehingga delay seakan bisa kita maklumi walau tanpa pemberitahuan. Banyak juga calon penumpang yang masih ‘berserakan’ baik di teras bandara maupun di ruang tunggu bandara layaknya penumpang bus di terminal. Dan akhirnya terbang juga.
Masih beruntung, mobil adik kami menjemput dari bandara dan situasi di sekitaran Jl Mahendradatta terbilang lancar dan segera sampai rumah tujuan. Kami dari Bojonegoro sampai di rumah mertua, dan transit di Denpasar ini hanya sekitar 12 jam saja. Sehingga waktu yang cukup sempit ini kami pergunakan sebaik baiknya, dan kami gunakan untuk 'berlebaran' kami yang tertunda. Lebaran kami 'tertunda', karena harus kami sesuaikan dengan perhitungan cuti gantian jaga di tempat kerja.
Setelah silaturrahim, kami harus mengemas ulang barang bawaan, serta memastikan kecukupan bekal. Selebihnya kami istirahat, setelah tadi pagi dihadang kemacetan yang membuat durasi perjalanan menjadi dua kali lipat.
Pagi dini hari kami sudah bersiap menuju bandara Ngurah Rai, karena kami mendapat jadwal penerbangan pk 08.15 wita. Persiapan lancar dan masih cukup pagi kami keluar dari rumah pk 05.05 wita serta perjalanan ke bandara juga masih lancar. Kami sudah harus terbang ke negeri jiran terlebih dahulu, untuk bergabung dengan keluarga dari Belanda.
Bandara Ngurah Rai yang baru, cukup megah dan luas ‘berstandar’ internasional. Begitu juga saat check in dan boarding harus melangkah lebih jauh untuk mencapai lokasi. Suhu ruangan cukup dingin terasa menusuk sampai ke tulang. Mungkin juga pengaruh segarnya udara pagi diluar sana.
Saat boarding pun tiba, kami berenam mendapatkan kursi baris pertama dan kedua. Pesawat airbus yang membawa kami take off sesuai yang dijadwalkan. Kami termasuk penumpang yang ‘mendapat’ jatah makanan. Sehingga pada kondisi aman setelah take off kami bisa menikmati santapan pagi, dengan menu pagi nasi lemak.
Udara Internasional Ngurah Rai (Ngurah Rai International Airport = DPS) adalah bandar udara internasional yang terletak di sebelah selatan Bali, Indonesia, tepatnya di daerah Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, sekitar 13 km dari Denpasar. Bandar udara ini merupakan bandara tersibuk kedua di Indonesia, setelah Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Terletak di ketinggian 4 m dpl dengan 08° Lintang Selatan dan 115° Bujur Timur. Mempunyai landasan pacu dengan panjang 3000 m, yang pada tahun 2018 menampung lebih dari 162.500 kali pergerakan pesawat dari seluruh penjuru dunia, yang mengangkut penumpang sebanyak lebih dari 23,5 juta.
Awalnya Bandar Udara Ngurah Rai dibangun tahun 1930 dengan landas pacu berupa airstrip sepanjang 700 m dari rumput di tengah ladang dan pekuburan di desa Tuban, sehingga disebut Pelabuhan udara Tuban.
Pada Tahun 1935 dilengkapi dengan peralatan telegraph untuk kepentingan militer Belanda. Bandara yang juga disebut South Bali Airstrip itu, di bom oleh tentara Jepang pada 1942, dan kemudian dikuasainya. Dan untuk memenuhi kepentingannya, landasan pacu diperpanjang, yang semula hanya 700 meter menjadi 1200 meter.
Pada awal kemerdekaan, tahun 1949 dibangun gedung terminal dan menara pengawas penerbangan sederhana yang terbuat dari kayu. Komunikasi penerbangan menggunakan transceiver kode morse.
Sesudah tahun 1963, dilakukan reklamasi pantai sekitar 1500 meter dengan batu kapur dan batu kali lokal, untuk memperpanjang landasan pacu menjadi 2700 meter. Upaya ini sebagai persiapan internasionalisasi Pelabuhan Udara Tuban, serta dilengkapi gedung terminal internasional pada 1966. Kemudian diresmikan sebagai Pelabuhan Udara Internasional Ngurah Rai pada 1 Agustus 1969.
Sejak itulah berganti nama Bali International Airport Ngurah Rai. Pada tahun 1975 dikembangkan lagi. Lalu perpanjangan landasan pacu menjadi 3000 meter pada 1990. Turis mancanegara semakin meningkat, dan mengharuskan pengembangan bandara pada 1998. Dan setelah itu dilakukan pengembangan beberapa kali lagi. Dan terakhir pada 2022, telah dilengkapi dengan ruang VVIP, sehingga menjadi bandara yang megah dan berstandar internasional dengan Fasilitas Bandar Udara dan Keselamatan Penerbangan (FBUKP).
Ber Sam bung . . . 4
Semoga kita selalu sehat. (Abk)
Sumber : Wikipedia